20 Januari 2014
Kol. Pol. Pranoto street
Melati Yuliantina,
Dear Avita,
Hello Avita? Happy Birthday^^. I'm sorry I can't come to your birthday party last week because I'm so busy with my assignment. I hope you will understand, I'll be haply if you invite me again to come. Happy Birthday Avita, Allah blezs you :)
I hope you will reply this message, and send my best regards to your present.
Love,
Melati Yuliantina
Minggu, 26 Januari 2014
Jumat, 24 Januari 2014
Dzikrul Maut
Dzikrul Maut dalam konteks keislaman berdzikrul
maut sejujurnya akan memberikan setiap diri suatu kekuatan yang luar
biasa sebagai penegur/pengingat dikala pikiran, hati, langkah kaki yang
terkadang sudah menjurus pada hal-hal yang menyesatkan, yang akan
menyadarkan setiap diri itu bahwa jalan yang akan atau sedang di tempuhnya
tersebut adalah sesat & salah yang akan berujung keneraka.
Jelas mengingat kematian dalam konteks
ini akan mengantarkan setiap jiwa pada kesadaran penuh,untuk lebih memikirkan
apa yang akan kita terima di akhirat kelak. Sebenarnya ini tidak terlalu klasik
untuk dibicarakan dan semestinyalah setiap pribadi khususnya pribadi muslim
secara sadar dan penuh kesungguhan serta penuh kehati-hatian,meluangkan
saat-saat tertentu untuk merenungkan perihal maut ini.
Hal ini bertujuan bukan untuk memupuskan
semangat hidup. Namun,ia di ingat agar ditengah segala kesibukan dan kelelahan
kita,kita tidak lelah dua kali lantaran salah meniti jalan hidup, bahkan
diantara kita sangat jarang sekali untuk menemukan tanda-tanda maut itu bakal
menjemput kita.
Suatu hari seperti di kutip oleh
Syaikh Abdurrahman As-Sinjari dalam Al-Buka Min Khasyatillah.
Nabi Yakub berdialog dengan Malaikat pencabut
nyawa, Aku inginkan sesuatu hal yang mau tidak mau harus
engkau penuhi sebagai tanda persaudaraan kita pinta Nabi Yakub,apakah itu tanya
Malaikat maut, jika ajalku telah dekat beritahulah aku,baik aku akan
memenuhinya wahai Nabi Allah sambil berucap, aku akan mengirim tidak hanya satu
utusan namun,akan mengirimnya sampai tiga bentuk utusan padamu. Setelah itu
kedua mahkluk Allah itu berpisah.
Hari berganti hari,minggu berganti bulan
bulanpun berganti tahun tidak terasa telah lama waktu berlalu hingga setelah
lama malaikat itu datang kembali.Wahai sahabatku, apakah engkau datang untuk
berziarah atau untuk mencabut nyawaku ?, tanya Nabi Yakub Aku datang untuk
mencabut nyawamu jawab Malaikat Maut, lalu mana ketiga utusanmu yang pernah kau
janjikan padaku ?, sudah duluan kukirim. Putihnya rambutmu setelah
hitamnya, lemahnya tubuhmu setelah tegapnya dan membungkuknya tubuhmu setelah
kekarnya, itulah utusanku untuk seluruh anak keturunan Adam.
Dari dialog ringan namun sarat makna,
antara Nabi Yakub dan Malaikat pencabut nyawa di atas mengambarkan pada
setiap jiwa tentang sesuatu hal yang sangat penting yang kedatanganya sulit
untuk di prediksi dan di deteksi akal manusia dialah kematian dalam bahasa
Al Quranya kita kenal dengan maut.
Kematian tidak hanya milik orang tua
renta atau orang sakit saja ia akan datang menghampiri setiap yang hidup. "Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati,dan sesungguhnya pada hari
kiamat sajalah di sempurnakan pahalamu. Barang siapa di jauhkan dari neraka dan
dimasukan kedalam sorga sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia ini tidak
lain adalah kesenangan yang memperdayakan". ( Qs Ali Imran-185).
Al Quran nul karim dan Hadis Raulullah
Saw sangat banyak berbicara tentang alam akherat atau alam barzah ini,kadang
kita di bawa kealam itu secara tiba-tiba. Hal ini bertujuan agar umat manusia
senantiasa sadar bahwa detik demi detik, hari demi hari serta keringat
demi keringat yang mengiringai kelemahan kita,hanya terbagi kedalan dua bagian.
Bagian dari tangga menuju Sorga atau bagian dari jalanan yang suram dan
licin menuju ke liang Neraka. Kematian adalah kepergian untuk
selama-lamanya sepanjang apapun umur kita,saat penting itu pasti akan datang,
berpulang menghadap Allah Swt, kematian itu adalah pemupus kesenangan dunia.
Hidup ini ibarat berhenti sejenak,sekedar
meminum seteguk dua teguk air pelepas dahaga yang lara. Maka,tak sepantasnyalah kita terlena
akan kelezatan dunia yang penuh tipu daya ini,apalagi sampai melupakan diri
kita akan datangnya saat-saat kematian (maut) itu.
Sangat bijaksana sekali kalau setiap diri
mau merenungkan hal ikhwal tentang maut ini. Tentang tahun-tahun yang telah
kita tinggalkan bagaimana kita mengisinya dan merencanakan hal-hal yang baik,
berguna dan bermanfaat ke depanya demi kepentingan dunia dan akhirat kita.
Sambil mencermati segala bentuk perubahan hidup,waktu pagi yang tiba-tiba
berganti siang,kondisi sehat yang tiba-tiba berubah sakit atau kondisi dunia
yang tahun demi tahun selalu lebih buruk dari tahun sebelumnya.
Begitu juga hal-hal yang dekat dengan
diri, rambut yang sudah mulai memutih,garis-gari wajah kita yang semakin
memperjelas kerutan-kerutanya,gigi yang sudah mulai rontok satu persatu dsb.
Selamilah dengan tulus keseluruhan akan diri pribadi kita guna menemukan
perubahan-perubahan yang akan menyadarkan bahwa umur kita semakin terus
berkurang dan semakin bertambah dekat dengan pintu kubur. Ini bukan mendahului
apa yang telah di takdirkan-Nya,tapi begitulah Al Quran menerangkan dengan baik
dan sempurna.
Kematian memang menyesakkan, meski hanya
sekedar untuk di perbincangkan, tetapi justru berdzikrul maut akan memberikan
warning yang sangat kuat dan akan meninggalkan bekas yang sangat mendalam dalam
setiap diri. Ia seperti obat bagi si sakit,atau suplemen bagi yang sehat.
Mengingat kematian akan memberikan manfaat yang cukup besar,tentu bila
dilakukan dengan serius dan sungguh-sungguh.
Berapa banyak orang-orang sukses
yang telah berhasil merengkuh apa yang di inginkanya di dunia ini dengan
berbagai macam cara dan metode berfikir yang rasional maupun irasional.
Namun, tidak terhitung pula jumlahnya yang telah lupa atau melupakan bahwa
sejatinya itu semua pemberian Allah. Tidak sedikit keberhasilan, kesuksesan
atau apalah namanya,membuat manusia sering lupa diri dan bangga yang
berlebih-lebihan (ujub) hingga akhirnya berlaku sombong, takabur, suka
berprilaku sewenang-wenang.
Begitu juga yang namanya kegagalan
seringkali orang tidak bisa menerimanya dengan benar. Padahal dimensi
tauhid dari kegagalan adalah tidak tercapainya apa yang memang bukan hak
kita,kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda begitu kata orang bijak.
Berfirman Allah dalam Qs Al Hadiid-23 (Kami jelaskan yang semua itu)
supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu,dan supaya
kamu jangan terlalu gembira terhadap apa-apa yang di berikan-Nya kepadamu. Dan
Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong,takabur dan membanggakan diri.
Kesombongan, takabur, ujub dan lupa diri
bukanlah tabiat asli dari mukmin yang sesungguhnya.Umat-umat terdahulu di binasakan Allah
kebanyakan menyimpan sifat-sifat tercela ini, dimana mereka sangat mengingkari
petunjuk Allah Yang di turukan pada mereka melalui para Nabi sebagai utusan
Allah. Sehingga kebanyakan dari mereka terlalu hanyut dengan arus dunia yang
begitu kuat ini.
Di zaman sekarangpun realita itu sudah
semakin memperlihatkan taringnya masing-masing,hilangnya rasa persaudaraan,saling
merusak, membunuh saling menuding,hasad,iri dan saling mendengki dan lain
sebagainya, semakin hari semakin terasa mencemaskan kita moral anak negeri
ini sedang dilanda krisis seiring krisis multidimensi yang sampai tulisan
ini di luncurkan belum juga menampakan titik terangnya. Sehingga akan berimbas
pada akhlak islam yang semakin hari semakin sulit dalam perealisasianya.
Maka, mengingat kematian dengan
petunjuk yang benar merupakan obat yang paling ampuh dan mujarab untuk menyembuhkanya.Dzikrul
maut, adalah sesuatu yang perlu,guna menumbuhkan daya dorong dalam setiap jiwa
untuk terus mengejar dan menaiki tangga-tangga ketaqwaan, memperbanyak amal
dengan tidak megesampingkan dunia dalam berkarya dan berbuat untuk nilai-nilai
kemanusiaan dengan penuh rasa sabar & optimistis. Dalam pranata
islam,sesuatu itu di terima Allah sebagai kebaikan / amaliah bila dilakukan
dengan ikhlas serta sesuai dengan syareat yang telah di tetapkan Allah dan
Rasul-Nya.
Setiap manusia, pasti mengharapkan
perjumpaan dengan Allah Swt dengan akhir hidup yang baik (Khusnul Khatimah).
Namun,keinginan itu terkadang bertolak belakang dengan apa-apa yang kita
kerjakan di atas dunia ini. Kita mengakui bahwa syaitan dan Iblis adalah
musuh terbesar manusia muslim sejak dari dulunya, anehnya setiap tingkah
laku kita terkadang justru menyeret kita kelembah kenistaan dengan
memperturutkan hawa nafsu duniawi.
Kita mengakui bahwa sang maut itu pasti
akan datang menjemput tampa di batasi ruang dan waktu,akan tetapi tiada
persiapan sedikitpun untuk menyambutnya. Berfirman Allah dalam Qs Al
Kahfi-110 "Katakanlah bahwa aku ini hanya seorang manusia seperti kamu yang
di wahyukan kepadaku bahwa tuhan kamu adalah tuhan yang maha Esa,barang siapa
yang mengharapkan perjumpaan dengan tuhanya,maka hendaklah ia mengerjakan amal
yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat pada
tuhanya".
Di tengah gemerlap dunia serta penuh
dengan tanda tanya ini yang cendrung berisikan kenikmatan sesaat, berzikrul
maut (mengingat mati) memang sesuatu yang tidak ringan, bahkan untuk
sekedar ingat sekalipun namun, tidak pula terlalu memberatkan tergantung
niat kita masing-masing. Tapi, sejujurnya, kita harus selalu membiasakan meski setapak
demi setapak, sejengkal demi sejengkal, agar kelak akhir hidup yang baik atau Khusnul
Khatimah akan mengantarkan kita ke tempat yang di janjikan-Nya.
Ali Bin Abi Thalib pernah memberikan
wejangan yang konotasinya dengan hal maut ini Sebaik-baik amal adalah
yang diterima Allah, sebaik-baik bulan adalah di mana engkau bertaubat
dengan taubatan yang murni dan sebaik-baik hari adalah di mana engkau
meninggalkan dunia ini dalam keadaan iman dan taqwa pada Allah Swt.
ABU BAKAR AS SIDIQ
ABU
BAKAR AS SIDIQ
Nama dan Nasab Beliau
Nama Abu Bakar ash-Shiddiq yang
sesungguhnya adalah Abdullah bin Abu Quhafah – Usman – bin Amir bin Amru bin
Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr
al-Quraisy at-Taimi. Bertemu nasabnya dengan Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam
pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai, kakek yang keenam.
Dan ibunya adalah Ummu al-Khair binti
Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim. Ayahnya diberi kuniyah (sebutan
panggilan) Abu Quhafah.
Mus’ab bin az-Zubair berkata, ‘Segenap
ummah telah ijma’ tentang gelar yang diberikan kepada beliau radhiallahu ‘anhu
dengan ‘Ash-Shiddiq’ adalah karena beliau selalu membenarkan apa yang
diberitakan oleh rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam’.
Kelahiran dan Pertumbuhan Beliau
Beliau dilahirkan dua tahun beberapa
bulan setelah lahirnya rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau tumbuh
di kota Makkah, dan beliau tidak meninggalkan kota tempat tinggalnya kecuali
untuk tujuan berdagang. Beliau adalah penghulu suku Quraisy, dan ahlu syura
diantara mereka pada zaman jahiliyah.
Dan beliau juga terkenal sebagai orang yang
meninggalkan khomr pada masa jahiliyah, ketika beliau ditanya :’Apaka engkau
pernah meminum khomr dimasa jahiliyah ? beliau menjawab : A’udzubillah (aku
berlindung kepada Allah), kemudian beliau ditanya lagi, ‘Kenapa?’ , beliau
menjawab : aku menjaga dan memelihara muru’ahku (kehormatanku), apabila aku
minum khomr maka hal itu akan menghilangkan kehormatan dan muru’ahku. (lihat :
Tarikh al-Khulafa’, hal: 32)
Karakter Fisik dan Akhlak Beliau
Abu Bakar adalah orang yang bertubuh
kurus, berkulit putih. ‘Aisyah menerangkan karakter bapaknya, “Beliau berkulit
putih, kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil pinggangnya (sehingga kainnya
selalu turun dari pinggangnya), wajahnya selalu berkeringat, hitam warna
matanya, berkening lebar dan selalu mewarnai jenggotnya dengan innai maupun
katam.”
Adapun akhlaknya, beliau terkenal
dengan kebaikan, keberanian, kokoh pendirian, selalu memiliki ide-ide yang
cemerlang dalam keadaan genting, banyak toleransi, penyabar, memiliki azimah
(keinginan keras), faqih, paling mengerti dengan garis keturunan Arab dan
berita-berita mereka, sangat bertawakal kepada Allah dan yakin dengan segala
janji-Nya, bersifat wara’ dan jauh dari segala syubhat, zuhud terhadap dunia,
selalu mengharapkan apa-apa yang lebih baik di sisi Allah, serta lembut dan
ramah, semoga allah meridhainya. Akan diterangkan setelah ini hal-hal yang
membuktikan sifat-sifat dan akhlaknya yang mulia ini.
Kisah Keislaman Beliau
Abu Bakar adalah lelaki yang pertama
kali memeluk Islam, walaupun Khadijah lebih dahulu masuk Islam daripada beliau,
adapun dari golongan anak-anak, Ali yang pertama kali masuk Islam, sementara
Zaid bin Haritsah adalah yang pertama kali memeluk Islam dari golongan budak.
Ternyata keislaman Abu Bakar paling
banyak membawa manfaat besar terhadap Islam dan kaum muslimin dibandingakn
dengan keislaman selainnya, karena kedudukannya yang tinggi dan semangat serta
kesungguhannya dalam berdakwah. Dengan keislamannya maka masuk mengikutinya
tokoh-tokoh besar yang masyhur seperti Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi
Waqqas, Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah
radhiyallahu anhum.
Di awal keislamannya beliau
menginfakkan di jalan Allah apa yang dimilikinya sebanyak 40.000 dirham, beliau
banyak memerdekakan budak-budak yang disiksa karena keislamannya di jalan
Allah, seperti Bilal radhiyallahu anhu. Beliau selalu mengiringi Rosulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam selama di Makkah, bahkan dia lah yang mengiringi
beliau ketika bersembunyi di dalam gua dalam perjalanan hijrah hingga sampai ke
kota Madinah. Di samping itu beliau juga mengikuti seluruh peperangan yang
diikuti Rosulullahu shalallahu ‘alaihi wa sallam baik perang Badar, Uhud,
Khandaq, Penaklukan kota Makkah, Hunain maupun peperangan di Tabuk.
Istri-Istri dan Anak-Anak Beliau
Abu Bakar pernah menikahi Qutailah
binti Abd al-Uzza bin Abd bin As’ad pada masa jahiliyyah dan dari pernikahan
tersebut lahirlah Abdullah dan Asma’.
Beliau juga menikah dengan Ummu Ruman
binti Amir bin Uwaimir bin Zuhal bin Dahman dari Kinanah, dari pernikahan tersebut
lahirlah Abdurrahman dan ‘Aisyah.
Beliau juga menikah dengan Asma’ binti
Umais bin ma’add bin Taim al-Khatts’amiyyah, dan sebelumnya Asma’ diperistri
oleh Ja’far bin Abi Thalib. Dari hasil pernikahannya ini lahirlah bin Abu
Bakar, dan kelahiran tersebut terjadi pada waktu haji Wada’ di Dzul Hulaifah.
Beliau juga menikah dengan Habibah
binti Kharijah bin Zaid bin Zuhair dari Bani al-Haris bin al-Khazraj.
Abu Bakar pernah singgah di rumah
Kharijah ketika beliau datang ke Madinah dan kemudian mempersunting putrinya,
dan beliau masih terus berdiam dengannya di suatu tempat yang disebut dengan
as-Sunuh hingga Rasullullah shalallahu ‘alaihi wa sallam wafat dan beliau
kemudian diangkat menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah shalallahu ‘alihi wa
sallam. Dari pernikahan tersebut lahirlah Ummu Khultsum setelah wafatnya
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Beberapa Keutamaan Beliau
Keutamaan Abu Bakar ash-Shiddiq
radhiyallahu anhu sangat banyak sekali dan telah dimuat dalam kitab-kitab
sunnah, kitab tarajim (biografi para tokoh), maupun kitab-kitab tarikh, namun
disni akan dinukilkan sebagian apa yang telah di ringkas oleh Doktor Muhammad
as-Sayyid al-Wakil dalam kitabnya “Jaulah Tarikhiyah fi ‘asri al-khulafa’
ar-Rasyidin”, dan beberapa kitab lainnya, diantaranya adalah :
*Para Ulama Ahlus Sunnah telah ijma’
bahwa manusia termulia setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah
Abu Bakar Ash-Shiddiq, kemudian Umar bin Khaththab, kemudian utsman bin Affan,
kemudian ‘Ali bin Abi Thalib, kemudian sepuluh orang sahabat yang di khabarkan
masuk surga, kemudian seluruh sahabat yang mengikuti perang Badar (ahlu badar),
kemudian para sahabat yang mengikuti perang Uhud, kemudian para sahabat yang
mengikuti Ba’iat Ridwan (ahlu bai’at), kemudian sahabat-sahabat lainnya yang
tidak termasuk sebelumnya.
* Imam al-Bukhari meriwayatka dari
Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata, ‘Kami memilih
orang-orang di masa nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kami memilih Abu
Bakar kemudian Umar, kemudian Utsman’. Dan Imam Ath-Thabari menambahkan di
kitabnya ‘Al-Kabir’ maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengetahui hal itu
dan berkata : “Tidaklah seorang nabi pun kecuali ia memiliki dua wazir
(pendamping) dari penduduk langit dan dua wazir dari penduduk bumi, adapun
pendampingku dari penduduk langit adalah malaikat Jibril dan Mika’il, sedangkan
pendampingku dari penduduk bumi adalah Abu Bakar dan Umar”.
* Dan Abu Ya’la menluarkan dari ‘Ammar
bin Yasir radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “ Jibril baru saja datang kepadaku, maka aku berkata : wahai
Jibril khabarkan kepada saya tentang keutamaan Umar bin Khaththab, ia (Jibril)
menjawab, ‘kalaulah aku berbicara tentang keutamaan Umar selama – lamanya Nabi
Nuh tinggal bersama kaumnya – niscaya aku belum selesai dari membicarakan
keutamaan Umar, dan sesungguhnya keutamaan-keutamaan yang dimiliki Umar
hanyalah satu hasanah (kebaikan) dari kebaikan-kebaikan yang dimiliki Abu
Bakar”.
* Beliau Adalah Sahabat Yang Menemani
Rasulullahu ‘alaihi wa sallam di Gua ketika Hijrah. Allah berfirman dalam surat
at-Taubah ayat 40 yang artinya, “Jikalau tidak menolongnya (Muhammad) maka
sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir
(musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang dia salah seorang dari
dua orang ketika keduanya berada di dalam gua , diwaktu dia berkata kepada
temannya, janganlah berduka cita, sesungguhnya Allah bersama kita.”(at-Taubah:
40). ‘Aisyah, Abu Sa’id dan Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat ini mengatakan ,
“Abu Bakarlah yang mengiringi Nabi dalam gua tersebut.”
* Diriwayatkan dari al-Barra’ bin Azib,
ia berkata, “Suatu ketika Abu Bakar pernah membeli seekor tunggangan dari Azib
dengan harga 10 dirham, maka Abu Bakar berkata kepada ‘Azib, Suruhlah anakmu si
Barra agar mangantarkan hewan tersebut.” Maka ‘Azib berkata, “Tidak, hingga
engkau menceritakan perjalananmu bersama Rosulullah ketka keluar dari Makkah
sementara orang-orang musyrikin sibuk mencari-cari kalian.”
* Abu Bakar berkata, “Kami berangkat
dari Makkah, berjalan sepanjang siang dan malam hingga datang waktu dhuhur,
maka aku mencari-cari tempat bernaung agar kami dapat istirahat di bawahnya,
ternyata aku melihat ada batu besar, maka segera kudatangi dan terlihat di situ
ada naungannya, maka kubentangkan tikar untuk Nabi shalallahu ‘alihi wa sallam,
kemudian aku katakan kepadanya,”Istirahatlah wahai Nabi Allah.” Maka beliaupun
beristirahat, sementara aku memantau daerah sekitarku, apakah ada orang-orang
yang mencari kami datang mengintai. Tiba-tiba aku melihat ada seorang
penggembala kambing sedang mengiring kambingnya kebawah teduhan di bawah batu
tersebut ingin berteduh seperti kami, maka aku bertanya padanya, ”Siapa tuanmu
wahai budak?” Dia menjawab, “Budak milik si Fulan, seseorang dari suku
Quraisy.” Dia menyebut nama tuannya dan aku mengenalnya kemudian kutanyakan,
“Apakah kambingmu memiliki susu?” Dia menjawab , “Ya” lantas kukatakan, “Maukah
engkau memeras untuk kami?” Dia menjawab, “Ya” Maka dia mengambil salah satu
dari kambing-kambing tersebut, setelah itu kuperintahkan dia agar membersihkan
susu kambing tersebut terlebih dahulu dari kotoran dan debu, maka dia menepuk
kedua telapak tangannya dan dia mulai memeras susu, sementara aku telah
mempersiapkan wadah yang di mulutnya dibalut kain menampung susu tersebut, maka
segera kutuangkan susu yang telah diperas itu ke tempat tersebut dan kutunggu
hingga bawahnya dingin, lalu kubawakan kehadapan Nabi shalallahu ‘alaihi
wasallam dan ternyata beliau sudah bangun, segera kukatakan padanya, “Minumlah
wahai Rasulullah.” Maka beliau mulai minum hingga kulihat beliau telah kenyang,
setelah itu kukatakan padanya, “Bukankah kita akan segera kembali ya
Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya!” akhirnya kami melanjutkan perjalanan
sementara orang-orang musyrik terus menerus mencari kami, tidak satupun yang
dapat menyusul kami kecuali Suraqah bin Malik bin Ju’syam yang mengendarai
kudanya, maka kukatakan pada Rasulullah, “Orang ini telah berhasil mengejar
kita wahai Rasulullah,” namun beliau menjawab, “Jangan khawatir, sesungguhnya
Allah bersama kita.”
Diriwayatkan dari Anas dari Abu Bakar
radhiyallahu anhu beliau berkata, “Kukatakan kepada nabi shalallahu ‘alihi wa
sallam ketika kami berada dalam gua, ‘Andai saja mereka (orang-orang musyrikin)
melihat ke bawah kaki mereka pastilah kita akan terlihat.’ Rasul menjawab,
“Bagaimana pendapatmu wahai Abu Bakar dengan dua orang manusia sementara Allah
menjadi yang ketiga.”
Masa Kekhalifahan Beliau
Dalam riwayat al-Bukhari diriwayatkan
dari Aisyah radhiyallahu` anha, bahwa ketika Rasulullah wafat, Abu Bakar datang
dengan menunggang kuda dari rumah beliau yang berada di daerah Sunh. Beliau
turun dari hewan tunggangannya itu kemudian masuk ke masjid. Beliau tidak
mengajak seorang pun untuk berbicara sampai akhirnya masuk ke dalam rumah
Aisyah. Abu Bakar menyingkap wajah Rasulullah yang ditutupi dengan kain
kemudian mengecup keningnya. Abu Bakar pun menangis kemudian berkata : “demi
ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, Allah tidak akan menghimpun dua kematian pada
dirimu. Adapun kematian yang telah ditetapkan pada dirimu, berarti engkau
memang sudah meninggal.”Kemudian Abu Bakar keluar dan Umar sedang berbicara
dihadapan orang-orang. Maka Abu Bakar berkata : “duduklah wahai Umar!” Namun
Umar enggan untuk duduk. Maka orang-orang menghampiri Abu Bakar dan
meninggalkan Umar. Abu Bakar berkata : “Amma bad`du, barang siapa diantara
kalian ada yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah mati.
Kalau kalian menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak akan
pernah mati. Allah telah berfirman :
“Muhammad itu tidak lain hanyalah
seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah
jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad) Barangsiapa yang
berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah
sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”
(QS Ali Imran : 144)
Ibnu Abbas radhiyallahu` anhuma berkata
: “demi Allah, seakan-akan orang-orang tidak mengetahui bahwa Allah telah
menurunkan ayat ini sampai Abu Bakar membacakannya. Maka semua orang menerima
ayat Al-Qur`an itu, tak seorangpun diantara mereka yang mendengarnya melainkan
melantunkannya.”
Sa`id bin Musayyab rahimahullah berkata
: bahwa Umar ketika itu berkata : “Demi Allah, sepertinya aku baru mendengar
ayat itu ketika dibaca oleh Abu Bakar, sampai-sampai aku tak kuasa mengangkat
kedua kakiku, hingga aku tertunduk ke tanah ketika aku mendengar Abu Bakar
membacanya. Kini aku sudah tahu bahwa nabi memang sudah meninggal.”
Dalam riwayat al-Bukhari lainnya, Umar
berkata : “maka orang-orang menabahkan hati mereka sambil tetap mengucurkan air
mata. Lalu orang-orang Anshor berkumpul di sekitar Sa`ad bin Ubadah yang berada
di Saqifah Bani Sa`idah” mereka berkata : “Dari kalangan kami (Anshor) ada
pemimpin, demikian pula dari kalangan kalian!” maka Abu Bakar, Umar dan Abu
Ubaidah bin al-Jarroh mendekati mereka. Umar mulai bicara, namun segera
dihentikan Abu Bakar. Dalam hal ini Umar berkata : “Demi Allah, yang kuinginkan
sebenarnya hanyalah mengungkapkan hal yang menurutku sangat bagus. Aku khawatir
Abu Bakar tidak menyampaikannya” Kemudian Abu Bakar bicara, ternyata dia orang
yang terfasih dalam ucapannya, beliau berkata : “Kami adalah pemimpin,
sedangkan kalian adalah para menteri.” Habbab bin al-Mundzir menanggapi :
“Tidak, demi Allah kami tidak akan melakukannya, dari kami ada pemimpin dan
dari kalian juga ada pemimpin.” Abu Bakar menjawab : “Tidak, kami adalah
pemimpin, sedangkan kalian adalah para menteri. Mereka (kaum Muhajirin) adalah
suku Arab yang paling adil, yang paling mulia dan paling baik nasabnya. Maka
baiatlah Umar atau Abu Ubaidah bin al-Jarroh.”Maka Umar menyela : “Bahkan kami
akan membai`atmu. Engkau adalah sayyid kami, orang yang terbaik diantara kami
dan paling dicintai Rasulullah.” Umar lalu memegang tangan Abu Bakar dan
membai`atnya yang kemudian diikuti oleh orang banyak. Lalu ada seorang yang
berkata : “kalian telah membunuh (hak khalifah) Sa`ad (bin Ubadah).” Maka Umar
berkata : “Allah yang telah membunuhnya.” (Riwayat Bukhari)
Menurut `ulama ahli sejarah, Abu Bakar
menerima jasa memerah susu kambing untuk penduduk desa. Ketika beliau telah dibai`at
menjadi khalifah, ada seorang wanita desa berkata : “sekarang Abu Bakar tidak
akan lagi memerahkan susu kambing kami.” Perkataan itu didengar oleh Abu Bakar
sehingga dia berkata : “tidak, bahkan aku akan tetap menerima jasa memerah susu
kambing kalian. Sesungguhnya aku berharap dengan jabatan yang telah aku sandang
sekarang ini sama sekali tidak merubah kebiasaanku di masa silam.” Terbukti,
Abu Bakar tetap memerahkan susu kambing-kambing mereka.
Ketika Abu Bakar diangkat sebagai
khalifah, beliau memerintahkan Umar untuk mengurusi urusan haji kaum muslimin.
Barulah pada tahun berikutnya Abu Bakar menunaikan haji. Sedangkan untuk ibadah
umroh, beliau lakukan pada bulan Rajab tahun 12 H. beliau memasuki kota Makkah
sekitar waktu dhuha dan langsung menuju rumahnya. Beliau ditemani oleh beberapa
orang pemuda yang sedang berbincang-bincang dengannya. Lalu dikatakan kepada
Abu Quhafah (Ayahnya Abu Bakar) : “ini putramu (telah datang)!”
Maka Abu Quhafah berdiri dari
tempatnya. Abu Bakar bergegas menyuruh untanya untuk bersimpuh. Beliau turun
dari untanya ketika unta itu belum sempat bersimpuh dengan sempurna sambil
berkata : “wahai ayahku, janganlah anda berdiri!” Lalu Abu Bakar memeluk Abu
Quhafah dan mengecup keningnya. Tentu saja Abu Quhafah menangis sebagai luapan
rasa bahagia dengan kedatangan putranya tersebut.
Setelah itu datanglah beberapa tokoh
kota Makkah seperti Attab bin Usaid, Suhail bin Amru, Ikrimah bin Abi Jahal,
dan al-Harits bin Hisyam. Mereka semua mengucapkan salam kepada Abu Bakar :
“Assalamu`alaika wahai khalifah Rasulullah!” mereka semua menjabat tangan Abu
Bakar. Lalu Abu Quhafah berkata : “wahai Atiq (julukan Abu Bakar), mereka itu
adalah orang-orang (yang baik). Oleh karena itu, jalinlah persahabatan yang
baik dengan mereka!” Abu Bakar berkata : “Wahai ayahku, tidak ada daya dan
upaya kecuali hanya dengan pertolongan Allah. Aku telah diberi beban yang
sangat berat, tentu saja aku tidak akan memiliki kekuatan untuk menanggungnya
kecuali hanya dengan pertolongan Allah.” Lalu Abu Bakar berkata : “Apakah ada
orang yang akan mengadukan sebuah perbuatan dzalim?” Ternyata tidak ada
seorangpun yang datang kepada Abu Bakar untuk melapor sebuah kedzaliman. Semua
orang malah menyanjung pemimpin mereka tersebut.
Wafat Beliau
Menurut para `ulama ahli sejarah Abu
Bakar meninggal dunia pada malam selasa, tepatnya antara waktu maghrib dan isya
pada tanggal 8 Jumadil awal 13 H. Usia beliau ketika meninggal dunia adalah 63
tahun. Beliau berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh Asma` binti Umais,
istri beliau. Kemudian beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah. Umar
mensholati jenazahnya diantara makam Nabi dan mimbar (ar-Raudhah) . Sedangkan
yang turun langsung ke dalam liang lahat adalah putranya yang bernama
Abdurrahman (bin Abi Bakar), Umar, Utsman, dan Thalhah bin Ubaidillah.
REFERENSI
1.
Karakteristik Sahabat Rasul
2.
10 orang yang Dijamin Masuk Surga
Langganan:
Komentar (Atom)